Acara tahunan Departemen Teknik Nuklir dan Fisika, UGM bertajuk Energy Conference ASTECHNOVA kali ini diadakan pada tanggal 1 November 2017 di Hotel Eastparc, Yogyakarta. Tahun ini ASTECHNOVA mengambil tema “Innovative Sustainable System in Energy-Food-Water-Nexus”. Dihadiri perwakilan berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti ITB, ITS, UII, Universitas Negeri Surabaya dan beberapa partisipan dari Perancis, Swedia, dan Malaysia.
Salah satu mahasiswi Pascasarjana MTPB, UGM, Margaretha, juga turut berpartisipasi menjadi presenter di sesi paralel ASTECHNOVA. Margaretha mempresentasi perkembangan penelitiannya mengenai purifikasi biogas. Selama ini biogas kurang diminati karena nilai kalornya yang rendah, dengan mengoptimalkan komposisi metana dalam biogas dengan purifikasi maka nilai kalor dapat ditingkatkan. Margaretha menawarkan jenis adsorben alternatif yang murah dan berbasis limbah yaitu dari kotoran ayam. Dengan memanfaatkan kotoran ayam sebagai arang berbasis biomassa dan dikombinasikan dengan zeolit mampu meningkatkan kadar metana dalam biogas hampir 29%.
Menurut Prianti Gagarin Djatmiko Singgih, Director of Non-Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC), tema ASTECHNOVA kali ini menarik sekali dibahas betapa saling terkoneksinya kebutuhan energi, air dan makanan dan ketiganya saling memengaruhi kehidupan manusia. Sesi pertama dimoderatori oleh Dr. Rachmawan Budiarto membahas tentang “Developing Energy-Food-Water-Nexus for Today’s and Future Civilazation”. Perwakilan dari berbagai negara berkembang seperti Venezuela, Kuba, dan Nepal untuk menceritakan perkembangan nexus-energi-makanan-air di negara masing-masing. Ketiganya memiliki pandangan yang sama bahwa negara-negara ini juga sedang berjuang mengembangkan energi terbarukan sesuai dengan potensi negara masing-masing.
Perwakilan Negara Nepal, Sundar Bahadur Khadka, menceritakan secara detail bagaimana negara itu mengembangkan Solar System Water Pumping (SSWP) untuk mencukupi kebutuhan air minum masyarakat Nepal yang 83% daerahnya merupakan daerah terpencil dan sulit untuk menjangkau air bersih. Sistem SSWP ini juga digunakan dalam sektor pertanian sehingga sistem SSWP ini berjalan berkelanjutan. Integrasi antara solar system dengan water pumping berdampak positif meningkatkan produktivitas pertanian yang lebih bervariasi, yang tadinya hanya padi dengan adanya SSWP mulai dikembangkan tanaman sayur seperti tomat dan mentimun serta meningkatkan pendapat masyarakat lokal. Sundar juga mengklaim bahwa secara ekonomi sistem SSWP ini juga layak dijalankan dengan BC Ratio 2,1. Artinya sistem ini direkomendasikan untuk dikembangkan dan mungkin bisa dicontoh negara-negara lain. Begitu juga dengan negara lain seperti Venezuela yang mengembangkan energi terbarukan berbasis matahari, geotermal, angin, dan air. Sedangkan Negara Kuba fokus pada pengembangan energi terbarukan berbasis biomassa yaitu dari tebu yang berasal dari limbah industri gula.
Jika di sesi pertama di bahas pengembangan Energy-Food-Water-Nexus di negara berkembang, di sesi kedua perwakilan dari negara Jepang menceritakan respon dan tindakan negara Jepang dalam me-recovery bencana energi nuklir di Fukushima pada tahun 2012. Menurut Hiroshige Kikura, dari Tokyo Institute Technology, dibutuhkan kira-kira 40 tahun lamanya untuk menangani bencana nuklir di Fukhusima. Teknologi robot dalam hal ini memainkan peran penting dalam menangani kebencanaan nuklir tersebut.